Menu

Mode Gelap
PMI Aceh Kirim 60 Relawan ke Aceh Utara dan Tamiang Kapolda Aceh Terobos Jalanan Berlumpur untuk Tiba di Tamiang, Pastikan Penanganan Banjir Berjalan Cepat dan Terkoordinasi Polisi Awasi SPBU untuk Antisipasi Antrean Panjang dan Penimbunan BBM Pasca Bencana Tanpa Data Konkret, Klaim Stok LPG Aman di Aceh Diduga Hanya untuk Menenangkan Lebih dari 50 Persen Gampong di Aceh Terdampak Banjir dan Longsor Ketua Komisi III DPR RI Tegaskan Polri tetap Berada Langsung di Bawah Presiden

News

FSH UIN Ar-Raniry Gelar Kuliah Umum Internasional Bahas Kekacauan Istilah Patani di Thailand Selatan

badge-check


					FSH UIN Ar-Raniry Gelar Kuliah Umum Internasional Bahas Kekacauan Istilah Patani di Thailand Selatan Perbesar

BANDA ACEH – Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh menggelar Kuliah Umum Internasional bertajuk Petani-Patani-Fatoni: Membaca Keracuan Pemikiran Masyarakat Melayu di Thailand Selatan dari Papan Batu, Papan Tanda, Papan Iklan, Selasa, (15/4/2025).

Kegiatan yang berlangsung di Ruang Teater Gedung A lantai 1 itu menghadirkan narasumber dari Thailand, Asisten Prof H Abdul Razak Panaemalae, dosen senior di School of Political Science and Public Administration, Walailak University.

Dalam pemaparannya, Abdul Razak mengangkat persoalan yang tampak sepele namun mencerminkan kerumitan identitas masyarakat Melayu di Thailand Selatan: kerancuan istilah dalam papan informasi publik. Ia menyoroti penggunaan kata “Petani”, “Patani”, dan “Fatoni” yang kerap muncul secara tidak konsisten di papan-papan jalanan, iklan, dan reklame.

Advertisements
Ad 19

“Kesalahan ini banyak ditemukan di ruang publik. Padahal, dari penggunaan istilah saja kita bisa membaca bagaimana masyarakat memahami identitas wilayahnya,” kata Abdul Razak.

Menurutnya, Patani adalah istilah paling tepat untuk merujuk pada wilayah di Thailand Selatan, sesuai dengan ejaan dalam bahasa Thai. Sedangkan Fatoni berasal dari ejaan Melayu klasik yang kini jarang digunakan. Sementara itu, Petani dianggap tidak relevan karena lebih merujuk pada profesi dalam bahasa Indonesia, bukan nama wilayah.

“Walau terlihat seperti perbedaan kecil dalam tulisan, sebenarnya ini berdampak besar terhadap pemaknaan sejarah dan identitas,” ujar Abdul Razak.

Dalam sesi tanya-jawab, seorang peserta menanyakan keberadaan lembaga bahasa di Thailand Selatan yang dapat menyeragamkan istilah tersebut. Abdul Razak menyebutkan bahwa hingga kini belum ada lembaga semacam Balai Bahasa atau kamus resmi yang menangani hal tersebut. Penyebutan nama tempat masih bersandar pada kebiasaan lisan masyarakat dari masa ke masa.

Ia juga menyinggung peran Raja Phaya Tu Nakpa yang membawa pengaruh besar terhadap penyebaran Islam dan budaya Melayu di Thailand Selatan.
Kuliah umum ini dihadiri oleh ratusan mahasiswa, dosen, dan peneliti yang menaruh minat pada kajian identitas, budaya Melayu, dan dinamika masyarakat di Asia Tenggara. [ ]

Facebook Comments Box

Baca Lainnya

PMI Aceh Kirim 60 Relawan ke Aceh Utara dan Tamiang

4 Desember 2025 - 04:00 WIB

Kapolda Aceh Terobos Jalanan Berlumpur untuk Tiba di Tamiang, Pastikan Penanganan Banjir Berjalan Cepat dan Terkoordinasi

4 Desember 2025 - 03:24 WIB

Polisi Awasi SPBU untuk Antisipasi Antrean Panjang dan Penimbunan BBM Pasca Bencana

4 Desember 2025 - 03:22 WIB

Tanpa Data Konkret, Klaim Stok LPG Aman di Aceh Diduga Hanya untuk Menenangkan

3 Desember 2025 - 13:20 WIB

Lebih dari 50 Persen Gampong di Aceh Terdampak Banjir dan Longsor

3 Desember 2025 - 12:51 WIB

Trending di News