BANDA ACEH – Sosok ibu adalah sumber inspirasi yang tak bertepi. Ibarat kayu bakar, kasih ibu adalah api yang menerangi kegelapan. Meski tubuhnya kelak menjadi abu, kasihnya kepada anak tak pernah padam. Ridha ibu adalah jalan menuju ridha Ilahi.
Itulah pesan yang ingin disampaikan Sapri Gumara melalui lagu terbarunya berjudul Ibu. Lagu ini telah ditonton lebih dari satu juta kali di TikTok dan lebih dari 20 ribu kali di kanal YouTube. Coba ketik kata kunci “Gumara Ibu” di TikTok dan resapi setiap baitnya. Hingga kini, lebih dari 7.000 pengguna TikTok telah menggunakan lagu tersebut sebagai musik latar untuk berbagai konten video mereka. Jika diakumulasi penonton pada akun official dan penonton dari pengguna lagu tersebut sebagai backsound maka jumlah viewer telah mencapai 2,8 juta.
Sapri Gumara bukan hanya seorang politisi dari Partai Demokrat yang kini duduk sebagai anggota DPRK Bener Meriah, tetapi juga seorang seniman dari Tanoh Gayo.
Melalui lagu Ibu, Gumara ingin mengingatkan bahwa di balik setiap pencapaian seorang anak, selalu ada keringat, air mata, dan doa seorang ibu.
“Jangan memalukan nama ibu, kalau kamu sudah menjadi orang sukses,” ujar Gumara saat ditemui di Banda Aceh, Selasa (15/4/2025).
Gumara menuturkan inspirasi lagu tersebut lahir ketika dia mendengar nasihat Irmawan, Ketua Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Aceh kepada adiknya Suhaidi yang dilantik sebagai Bupati Gayo Lues.
“Saat itu Pak Irmawan bilang setelah kita menjadi orang sukses dan berhasil kita harus tetap mengabdi kepada ibu,” ujar Gumara mengulang nasihat tersebut.
Mari renungi penggalan liriknya:
“Remuk-remuk tulangmu, Ibu, itu juga karena diriku. Keriput kulitmu, itu juga karena diriku. Kadang ku lalai melihatmu, kadang lupa merawatmu, kadang ku lupa mengobatimu. Ibu, maafkan aku. Sungguh mulia hatimu dalam membesarkan diriku. Terkadang aku membuatmu malu. Ibu, maafkan aku. Semua kasih dan sayangmu kau curahkan padaku, tapi terkadang aku belum mampu membahagiakan Ibu.”
Lagu ini diciptakan dengan penuh penghayatan, dalam suasana malam yang sepi dan berkabut di Tanoh Gayo.
Keesokan harinya, istrinya, Suarni, mengunggah potongan lagu itu ke akun TikTok @anigumara. Hasilnya luar biasa—dalam lima hari, video tersebut ditonton lebih dari satu juta kali.
“Lagu ini lahir bukan dari ambisi, tetapi dari renungan dan rasa bersalah yang telah lama saya rasakan. Sampai hari ini, banyak dari kita belum benar-benar mampu membahagiakan ibu,” ujar Gumara.
Ia mengaku bahagia melihat lagu tersebut digunakan oleh banyak orang sebagai latar video lipsync. Yang terpenting baginya adalah pesan moral tentang cinta dan pengabdian kepada ibu bisa tersampaikan kepada publik.
“Yang penting sudah viral saja,” katanya sambil tertawa kecil, merendah seperti seniman yang berkarya dari hati.
Gumara tak terlalu memikirkan soal popularitas atau pengakuan. Baginya, viral bukan tujuan utama—tapi jika karyanya bisa menggugah orang untuk kembali mengingat ibu, itu sudah cukup.
Sebelumnya, nama Gumara juga sempat dikenal luas berkat lagu Mualem yang viral di berbagai platform. Lagu tersebut ia ciptakan saat tergabung dalam tim pemenangan Muzakir Manaf (Mu’alem) sebagai calon Gubernur Aceh.
Meski sibuk dengan tugas-tugas kenegaraan sebagai anggota DPRK Bener Meriah,Gumara tak pernah meninggalkan seni yang menjadi denyut hidupnya. Baginya, menjadi politisi dan seniman bukan dua dunia yang saling bertolak belakang, tetapi justru saling menghidupi.
Tanoh Gayo—tanah kelahirannya—adalah sumber inspirasi yang tak pernah habis. Dari bahasa, adat, hingga kehidupan masyarakatnya yang sarat nilai. Di sana, ibu bukan sekadar perempuan yang melahirkan, melainkan pusat dari segala semesta kehidupan.
“Kalau ada yang membuat hati saya tergetar lagi, pasti saya tulis,” ucapnya pelan.
Karena baginya, lagu bukan sekadar produk industri. Ia adalah gema hati yang dirangkai menjadi suara. Dan selama hati manusia masih bisa menangis, akan selalu ada lagu yang perlu dinyanyikan.