Menu

Mode Gelap
Jadi Narasumber di UIN Ar-Raniry, Guru Besar Iran Tegaskan Agama Tak Bisa Dipahami Secara Parsial Rektor UIN Ar-Raniry Lantik Sejumlah Pejabat Persijap Gagal Datangkan Kembali Rakhmatsho Rakhmatzoda Satu Jemaah Haji Asal Pidie Jaya Wafat di Makkah Dua Mahasiswa UIN Ar-Raniry Terpilih Visiting ke NUS Dewan Sorot wacana Penerapan Jam Malam bagi Pelajar di Banda Aceh

News

Jadi Narasumber di UIN Ar-Raniry, Guru Besar Iran Tegaskan Agama Tak Bisa Dipahami Secara Parsial

badge-check


					Jadi Narasumber di UIN Ar-Raniry, Guru Besar Iran Tegaskan Agama Tak Bisa Dipahami Secara Parsial Perbesar

BANDA ACEH – Cendekiawan asal Iran, Prof Dr Hossein Mottaqi, menyebut pemahaman terhadap agama sendiri akan tetap parsial jika tidak disertai dengan kajian lintas agama. Hal itu ia sampaikan dalam Webinar Kajian Studi Islam Seri Ke-4 yang digelar Program Studi S3 Studi Islam UIN Ar-Raniry, Senin, (23/6)2025).

“Jika seseorang hanya mengenal agamanya sendiri, sejatinya ia belum memahami agamanya secara utuh,” kata Mottaqi dalam forum yang digelar secara daring.

Guru besar dari Adyan University, Qom, itu menekankan pentingnya memahami teks-teks suci lintas agama demi membangun pandangan teologis yang lebih menyeluruh.

Menurut dia, studi perbandingan agama dapat memperlihatkan titik temu nilai-nilai Islam, Kristen, dan Yahudi, terutama dalam konsep ketuhanan, moralitas, dan ibadah.

Ia menjelaskan bahwa dalam Islam sendiri, kajian semacam ini bukan hal baru. Ulama seperti Ibn Hazm dan Al-Mas’udi pada masa klasik telah melakukan pembacaan terhadap kitab suci agama lain, tidak hanya sebagai bentuk pengenalan, tetapi juga sebagai bagian dari dialog dan penguatan argumen teologis.

Mottaqi memaparkan lima ciri teks suci: berasal dari wahyu Ilahi, terlindungi dari perubahan, muncul seiring dengan lahirnya agama, berpengaruh terhadap masyarakat, serta mengandung ajaran moral dan kisah nabi.

Ia menyebut Al-Qur’an sebagai satu-satunya kitab yang terjaga keasliannya secara historis dan teologis. “Ini bukan sekadar klaim iman, tapi juga dasar metodologis dalam studi perbandingan agama,” ujarnya.

Mottaqi juga membahas perbedaan tradisi penulisan kitab. Teks-teks Yahudi dan Kristen, katanya, mengalami penyusunan ulang setelah pengasingan ke Babilonia, sedangkan Al-Qur’an diwariskan melalui tradisi hafalan sejak masa Nabi Muhammad dan dikodifikasi pada masa Khalifah Utsman.

Meski ada pandangan ulama Syiah terkait variasi mushaf, umat Islam secara umum merujuk pada mushaf Utsmani.

Ia menyayangkan minimnya pembelajaran perbandingan agama di lembaga pendidikan Islam. Padahal, pemahaman terhadap teks agama lain bisa menjadi bekal penting dalam menghadapi tantangan global. Ia mencontohkan Muhammad Rasyid Ridha yang aktif mengkaji teks agama lain untuk membela Islam secara ilmiah.

“Tanpa kajian lintas agama, kita sulit menyampaikan pembelaan yang objektif,” ujarnya.

Menjawab pertanyaan peserta soal konflik Yahudi-Islam, Mottaqi menegaskan bahwa masalahnya bukan hanya politik, tetapi menyangkut identitas dan teologi. Ia mengkritik doktrin eksklusif seperti “the Chosen People” yang, menurutnya, memperkeruh relasi antaragama.
Ia juga menekankan pentingnya membedakan antara identitas keagamaan Yahudi dan ideologi politik Zionisme.

“Ini bukan semata konflik geopolitik. Ini konflik teologis dan identitas,” kata Mottaqi.

Menutup paparannya, ia mengajak mahasiswa membuka diri terhadap kajian lintas agama.

“Bukan untuk menyamakan keyakinan, tapi untuk membangun dialog yang sehat dan menghindari narasi permusuhan,” ujar Mottaqi. [ ]

Facebook Comments Box

Baca Lainnya

Rektor UIN Ar-Raniry Lantik Sejumlah Pejabat

24 Juni 2025 - 02:09 WIB

Satu Jemaah Haji Asal Pidie Jaya Wafat di Makkah

23 Juni 2025 - 20:52 WIB

Dua Mahasiswa UIN Ar-Raniry Terpilih Visiting ke NUS

23 Juni 2025 - 17:12 WIB

UIN Ar-Raniry Akan Gelar Seminar Nasional, Bahas Dampak Revisi KUHAP terhadap Syariat Islam di Aceh

23 Juni 2025 - 01:37 WIB

Rektor UIN Ar-Raniry Serukan Solidaritas untuk Iran, Kecam Agresi Israel

21 Juni 2025 - 16:43 WIB

Trending di News